laman blog gue

Senin, 27 September 2010

sudaji hidup dari pertanian dan buah duriannya

Warga Sudaji Bergantung Hidup dari Pohon 

TANAH di Desa Pakraman Sudaji adalah tanah yang diberkati. Di tanah berbukit yang masuk wilayah Kecamatan Sawan, Buleleng itu hampir segala pohon bisa tumbuh dengan baik. Bukan sekadar tumbuh, namun pohon-pohon itu senantiasa memberi buah dengan rasa yang benar-benar khas. Kekhasan rasa buah ini membuat Desa Sudaji dikenal para penggemar buah-buahan, bukan saja di Bali, namun hingga sampai ke Jawa, Lombok bahkan Sumatera.  
Desa Pakraman Sudaji memang sangat terkenal sebagai pemasok berbagai jenis buah, seperti durian, rambutan, duku dan wani, ke sejumlah pasar tradisional di Buleleng.   Keterkenalannya bahkan terlontar juga dari bibir pedagang-pedagang buah pinggir jalan di jurusan Singaraja-Denpasar, Singaraja-Gilimanuk atau Kubutambahan-Kintamani. Maka, jika sempat mampir di pinggir jalan raya untuk menawar durian atau rambutan, jangan heran jika harus mendengar nama buah yang unik dari bibir si pedagang. Misalnya, Durian Bangkok Sudaji atau Rambutan Aceh Sudaji
Nama-nama yang disebutkan itu adalah jaminan mutu dari buah yang ditawarkan penjualnya. Artinya, durian Bangkok saja sudah gurih dan harum, apalagi durian Bangkok yang berasal dari Sudaji. Atau rambutan Aceh saja sudah amat terkenal manis dan kalis, apalagi rambutan Aceh yang berasal dari tanah Sudaji.  
Klian Desa Pakraman Sudaji, Jro Bendesa Nyoman Sunuada, S.H., mengakui pujian yang diberikan kepada Sudaji soal buah-buahan memang terkadang sangat berlebihan. Namun ia tak menampik bahwa buah yang tumbuh di Desa Sudaji memang seakan diberkati Sang Hyang Parama Kawi. Untuk membuktikannya, Jro Bendesa mempersilakan para penggemar buah untuk membandingkan rasa durian Bangkok yang tumbuh di Sudaji dengan durian sejenis yang tumbuh di desa yang berdekatan dengan Sudaji. Memang banyak yang mengakui durian Bangkok yang tumbuh di Sudaji rasanya jauh lebih gurih dan enak dibandingkan durian Bangkok yang tumbuh di desa tetangganya. "Bibitnya sama, bentuk buahnya sama, tinggi pohonnya sama, namun rasanya tetap berbeda. Yang tumbuh di Sudaji jauh lebih nikmat," kata Jro Bendesa dengan bangga.
Warga Sudaji memang sangat menyadari potensi yang dimilikinya. Sejak dulu, leluhur mereka memang suka menanam pohon buah-buahan, terutama buah lokal. Dulu, sekitar tahun 1960 hingga tahun 1970-an, buah-buahan yang terkenal dari Sudaji adalah wani dan  duku (ceroring). Setelah bibit-bibit durian dan rambutan unggul masuk ke Bali, desa yang berbatasan dengan Desa Suwug di sebelah utara dan perbukitan hijau di sebelah selatan itu pun warganya mulai menanam rambutan Aceh dan durian Bangkok.
Maka jangan heran di Sudaji terdapat puluhan ribu pohon buah. Dari data yang dicatat akhir tahun 1998 saja sudah terdapat 3.000 batang pohon rambutan, sekitar 1.000 pohon duku, 200-an pohon wani, 200-an manggis, 5.000 pohon kelapa 5.000, sekitar 1.000 pohon durian dan 500 pohon mangga. Selain buah di desa itu juga terdapat 3.000 batang pohon cengkeh dan 4.400 pohon kopi. Tiga tahun belakangan ini, warga mulai getol menanam durian Bangkok. Selain harga durian relatif lebih mahal ketimbang buah lainnya, durian Bangkok dari Sudaji kini memang selalu diburu para penggemar buah-buahan.
Sentra Pembibitan
Warga Sudaji memang termasuk lihai memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Setelah dikenal sebagai pemasok buah matang, kini desa itu juga terkenal sebagai pemasok bibit buah-buahan. Ini dilakukan karena buah-buah matang tak mampu memberi mereka kehidupan yang layak, karena hasil diperolehnya kadang tak seimbang dengan ongkos transpor untuk membawa ke pasar. Apalagi buah lokal kini dihargai sangat murah, kalah dengan buah impor yang harganya selangit. "Rambutan saja sekarang harganya lebih murah dari wot pesak," kata Jro Bendesa Sunuada.
Berbeda dengan harga bibit yang ternyata bisa mendatangkan penghasilan lebih besar. Awal tahun 2006 ini saja, beberapa sentra pembibitan rambutan Aceh di Sudaji mendapat pesanan cukup melimpah dari Jawa Tengah. Seorang buruh perempuan pengusung bibit di Banjar Kajakauh menyebutkan di Solo kini sedang dibangun sentra perkebunan rambutan yang membutuhkan ratusan ribu bibit. Semua bibit itu diambilkan dari Desa Sudaji. "Kemarin saja sudah dikirimkan dua truk fuso ke Jawa Tengah," kata perempuan yang saat ditemui Bali Post, sedang memindahkan bibit dari lahan perkebunan ke pinggir jalan itu.
Selain bibit rambutan Aceh, di Desa Sudaji juga tersebar sentra pembibitan durian Bangkok. Bibit-bibit rambutan itu tak hanya dikirim ke Jawa dan Lombok, namun juga ke Pulau Sumatera yang dikenal sebagai asal dari rambutan Aceh. Harga bibit itu memang lumayan mahal. Satu batang bibit durian bangkok harganya sekitar Rp 25.000 per batang dan untuk rambutan Aceh bisa mencapai Rp 15.000 per batang. "Penghasilan menjual bibit rambutan memang lebih banyak dari menjual buahnya," tandas perempuan itu.

1 komentar: